KPU GUGAT UU PILKADA
JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Ketua KPU Juri Ardiantoro mengatakan lembaganya menguji materi terkait dengan pasal 9 ayat a. KPU menilai pasal itu mengancam independensi lembaga penyelenggara pemilu. “Berkas gugatan diserahkan pekan ini. Kami menganggap pasal tersebut membuat KPU tidak independen,” kata Juri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
UU Nomor 10 Tahun 2016 merupakan hasil revisi dari UU Nomor 8 Tahun 2015. Dalam pasal 9 ayat a, KPU harus berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah dalam menyusun serta menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan. Konsultasi dilakukan melalui rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat. Poin terakhir itu yang dianggap bertentangan dengan UU Dasar 1945 yang mengatur pemilihan umum diselenggarakan suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Juri tak menampik gugatan itu juga dipicu polemik terkait dengan revisi Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2016 soal diperbolehkannya terpidana hukuman percobaan sebagai peserta pemilihan kepala daerah. Perubahan peraturan itu dilakukan setelah rapat konsultasi yang dilakukan KPU dengan Komisi Pemerintahan DPR dan Menteri Dalam Negeri pada pekan lalu. Komisi Pemilihan Umum sudah mengesahkan revisi tersebut. “Sejak awal kami menolak terpidana ikut pilkada,” katanya.
Beleid soal diperbolehkannya terpidana mengikuti pilkada juga memicu penolakan dari beberapa fraksi di parlemen. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai NasDem, dan Partai Demokrat menyatakan menolak. Sedangkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan peraturan KPU tersebut memang harus mengacu pada hasil konsultasi. “Keputusannya tetap ada di KPU,” katanya.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendukung langkah KPU. Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil, mengatakan klausul diharuskannya KPU berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah telah mencederai independensi penyelenggara pemilu. “Bukti adanya intervensi sudah jelas dalam revisi PKPU kemarin,” katanya. Dia berharap MK akan mengabulkan gugatan tersebut, sehingga penyelenggara pemilu bisa dijamin kemandiriannya.
Ketua Komisi Pemerintahan DPR Rambe Kamarul Zaman menyayangkan langkah KPU yang menggugat UU Nomor 10 Tahun 2016. “Ini bisa menimbulkan kegaduhan baru,” katanya. Rambe membantah anggapan bahwa undang-undang itu membuat DPR berpeluang mengintervensi KPU. Menurut dia, klausul diharuskannya KPU berkonsultasi dengan parlemen bertujuan untuk mencegah adanya peraturan yang diterbitkan KPU yang bertentangan dengan undang-undang. “Kalau tidak berpotensi bertentangan dengan UU, KPU bisa memutuskan sendiri.” ANGGA SUKMAWIJAYA
Sumber: http://koran.tempo.co/konten/2016/09/20/405292/KPU-Gugat-UU-Pilkada